Tidak ada bukti tertulis yang dapat menunjukkan sejarah berdirinya desa Purworejo secara pasti. Oleh karena itu, penulisan sejarah desa Purworejo dilakukan dengan melakukan wawancara yang mendalam terhadap beberapa sesepuh dan tokoh desa Purworejo yang dianggap memiliki pengetahuan tentang sejarah desa Purworejo. Pendalaman sejarah juga dilakukan dengan mencari bukti-bukti sejarah yang diperkirakan berkaitan erat dengan berdirinya desa Purworejo.

  1. Dusun Pati

Dusun Pati terletak di sisi barat utara dari desa Purworejo. Nama dusun Pati konon merupakan persamaan dari nama Kabupaten Pati di Jawa Tengah. Nama Pati digunakan karena sesepuh yang membuka hutan untuk perumahan adalah orang-orang yang berasal dari Kabupaten Pati Jawa Tengah. Termasuk diantarannya nama Purworejo, yang juga merupakan duplikasi dari nama Kabupaten Purworejo yang terletak di Jawa Tengah.

Satu-satunya bukti sejarah yang dianggap dapat digunakan sebagai bukti peninggalan zaman pendirian dusun Pati adalah Makam Mbah Kasan Ahmad. Makam Mbahk Kasan Ahmad terletak di belakang masjid Baitul Muttaqien yang terletak di RT 3 RW 1 Dusun Pati Desa Purworejo. Masjid di Dusun Pati ini merupakan masjid tertua di wilayah ini, bahkan kono kabarnya lebih tua dibanding masjid Jamik Al Falah Kecamatan Ngunut bahkan lebih tua daripada Masjid Agung Al Munawar Kabupaten Tulungagung.

Mbah Kasan Ahmad sendiri, menurut beberapa sesepuh Dusun Pati bukanlah orang pertama yang mendirikan masjid atau membuka lahan di daerah tersebut. Mbah Kasan Ahmad merupakan penerus dari usaha orang tuanya yang belum selesai, dalam membuka hutan dan menyebarkan agama Islam di daerah tersebut.

Konon ada tiga orang bersaudara jauh yang berasal dari daerah Kabupaten Pati dan Kabupaten Purworejo yang bersama-sama membuka hutan di daerah ini. Ketiga kelompok tersebut membuka hutan di wilayah yang berbeda namun berdekatan. Kelompok pertama menamakan daerah yang berhasil dibuka tersebut dengan naman Pati, kelompok kedua dinamakan dengan Purworejo, dan kelompok ketiga menamainya dengan Dukuh.   Namun demikian, nama dan identitas lengkap dari orang tua dan keluarga Mbah Kasan Ahmad ini tidak diketahui secara pasti. Sehingga pembahasan tentang sejarah Dusun Pati berpangkal pada perjuangan yang dilakukan oleh Mbah Kasan Ahmad.

  1. Dusun Dukuh

Dusun Dukuh adalah dusun yang terkecil dibanding Dusun Sumurwarak maupun Dusun Pati, baik dilihat dari luas wilayah maupun jumlah penduduknya. Tidak ada peninggalan sejarah yang penting yang dapat digunakan rujukan tentang pendirian Dusun Dukuh. Malahan, sejarah pendirian Dusun Dukuh seringkali digabungkan dengan sejarah berdirinya Dusun Pati sebagaimana diceritakan di bagian sebelumnya.

Hanya ada situs kuno yang ada di Dusun Dukuh, yang dulu seringkali digunakan sebagai tempat pemujaan oleh warga desa, yaitu sebuah sumur yang di kenal dengan Sumur Brumbun. Namun tidak ada cerita yang pasti berkaitan dengan situs tersebut.
Sejarah desa Purworejo tidak bisa dilepaskan dari sejarah yang melatarbelakangi berdirinya dusun-dusun di desa Purworejo. Oleh karena itu, pembahasan tentang sejarah desa Purworejo dimulai dari pembahasan tentang sejarah berdirinya masing-masing dusun.

Dusun Sumurwarak

Dusun Sumurwarak terletak dibagian timur dan selatan desa Purworejo. Bukti sejarah dusun Sumurwarak yang dianggap paling tua adalah adanya makam kuno, yang dipercaya oleh masyarakat sebagai pendiri dusun Sumurwarak. Makam tersebut adalah makam sesepuh desa yang dikenal dengan nama Mbah Agung Abdul Aziz atau Mbah Agung Anjilo Solo. Makam ini terletak di bagian timur – selatan dusun Sumurwarak, tepatnya di RT 3 RW 2 dusun Sumurwarak. Makam ini telah ditetapkan oleh pemerintah Tulungagung sebagai makam cagar budaya dan bernilai sejarah di Kabupaten Tulungagung.

Menurut para sesepuh desa, Mbah Agung Abdul Aziz adalah seorang prajurit pada zaman perang Diponegoro. Pada saat Pangeran Diponegoro diperdaya oleh Belanda dan di bunuh pasukan Pangeran Diponegoro melarikan diri ke berbagai wilayah timur, untuk menghindari pengejaran oleh Belanda dan membuka hutan untuk tempat tinggal atau pemukiman. Para prajurit Pangeran Diponegoro yang biasanya juga merupakan santri yang menguasai syariat Islam, juga berdakwah dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Mbah Agung Abdul Aziz adalah juga merupakan tokoh penyebar agama di wilayah ini pada saat itu.

Makam Mbah Agung Abdul Aziz semula tidak diketahui dan dikenal oleh masyarakat karena hanya ditandai sebuah batu yang terdapat di tengah persawahan yang ada di masyarakat. Masyarakat hanya mengetahui bahwa lokasi itu adalah sebuah makam tanpa diketahui makam siapa. Penemuan makam itu dimulai ketika seorang kiai, yaitu Mbah Kiai Ali Samsi melalui mata batinnya menjelaskan bahwa makam itu adalah makam seorang yang sholeh, yang merupakan orang yang “babad alas” (mengawali membuka lahan), di daerah itu. Sejak itu dilakukan penelusuran oleh Pemerintah Desa Purworejo untuk mengetahui sejarah Mbah Agung Abdul Aziz secara lebih mendalam.

Nama Sumur Warak sendiri berasal dari dua kata, yaitu sumur yang berarti sebuah lubang kecil di tanah yang berisi air. Sedangkan warak adalah nama sejenis binatang yang wujudnya seperti komodo, tetapi berukuran lebih kecil. Menurut para sesepuh desa, di lokasi di dekat makam itu terdapat sumur yang sering digunakan untuk minum binatang warak tersebutu. Sehingga lokasi itu disebut dengan nama Sumur Warak.